Dengan "Laa Ilaaha Illallah" ku terlahir dari rahim airmata Ibu. Dan laut tak berpantai itu, adalah seluruh cintaku padamu.
Ada yang paling membahagiakan dari kebahagiaan. Adalah saat ketika kita selalu mensyukuri kebahagiaan.
Malam menjelma seorang pencuri. Yang mencuri kesedihanmu, agar tidurmu nyenyak sampai pagi.
Mencintaimu adalah mendambakan matiku hidup dalam dirimu. Tak merepotkan, tapi berkafan cinta yang penuh kebahagiaan.
Kelam, tak tentu malam. Gelap, tak tentu pengap. Dalam diamku merenung, namamu adalah bening airmataku yang paling berlinang.
Semua jadi indah, kalau disadari semuanya hanya akting belaka. Marahmu akan indah. Karena tidak dari kebencian.
Memandang parasmu dengan penuh cinta dan keikhlasan, seperti merias airmataku menjadi kebahagiaan.
Aku menuiskan namamu dalam sajak cinta. Kelak, meski aku telah tiada, namamu akan selalu dieja.
Tersenyumlah, airmata tak selalu tentang sedih. Ada ampunan, di hati yang hujan.
Padahal, sekeras atau selembut apa pun aku memanggil-Mu, Tuhan, tak mungkin Kau jauh dari diriku.
Lalu kenapa aku harus memanggil-Mu, Tuhan, jika Kau lebih dekat dari urat nadiku?
Tuhan, bagaimana aku memanggil-Mu, jika Kau tak bernama?
Padahal, segunung apa pun diamku merenung, tak mungkin aku sampai pd pemahaman mengapa aku mencintaimu.
Ombak paling debur, adalah debar rinduku menyebut namamu seirama dzikir. Bukan ngilu yang kudendangkan, tapi parasmu yang kusenandungkan.
Akan tiba, doa mengusap tangismu. Saat ketika tanganku, tak menjangkau kesedihanmu.
Jangan mengaku sudah jatuh cinta, jika masih sanggup menjawab pertanyaan: "Mengapa kamu mencintainya?"
Perempuan adalah "Wajah Tuhan" paling nyata di bumi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar